Rabu, 06 Juni 2012

Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Demikian pengertian lingkungan hidup sebagaimana dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan lingkungan hidup yang tiada terkira, sayangnya tingkat kerusakan lingkungan hidup di Indonesia juga sangat tinggi dan mimiriskan.
Saat ini manusia, termasuk warga Jateng, hidup dalam budaya ekologis yang destruktif. Ahli budaya yang beraliran ekologi telah mengidentifikasi berbagai cara masyarakat urban industri menciptakan perasaan keterpisahan dari tanah, bahkan menjuruskan manusia ke arah beberapa tindakan yang secara ekologis tidak berkelanjutan.

Para ilmuwan lingkungan menyinyalir kesehatan bumi kini secara cepat menurun yang dipicu oleh krisis perilaku manusianya.

Meningkatnya polusi dan penipisan daya dukung sumber alam juga akibat dari aktivitas manusia dalam bidang industri, komersial, dan pribadi. Pembabatan hutan tidak mungkin terjadi secara alami karena pasti ada manusia yang memotong pohon-pohon itu untuk membangun sesuatu di atasnya, yang pasti mengubah bentang alamnya.

Perubahan tata ruang kota atau wilayah sebagai akibat dari aktivitas manusia tidak dapat dihindari seiring dengan proses pembangunan. Namun proses yang menyertai haruslah ditaati dan mengikuti instrumen lingkungan. Persoalannya adalah implementasinya menjadi sangat sulit ketika ada  pertentangan kepentingan antara pemilik modal dan masyarakat sekitar proyek. Kita bisa menariknya dalam konteks rencana pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng Utara.

Terkait dengan pembangunan pabrik semen di wilayah Pati, tampaknya rencana tersebut baru mengedepankan aspek ekonomi.

Para pemangku kebijakan belum memprioritaskan aspek perlunya keberlanjutan lingkungan. Bahkan banyak pihak menganggapnya sebagai beban, atau sudah memikirkan aspek lingkungan namun hanya menjadikannya sekadar instrumen autistik, yang menafikan masyarakat marginal.

Pelibatan Masyarakat

Padahal pengembangan daya dukung masyarakat lokal, terutama yang terkait dengan proyek itu, buruh tani, pegiat LSM, akademisi, dan institusi pemerintah desa, merupakan bagian awal dari pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat lokal. Misalnya dengan melestarikan kearifan lokal sekelompok masyarakat di Pati, semisal Sedulur Sikep.

Pelibatan masyarakat Pati dimulai dari pemberian akses informasi sampai pada hasil kesepakatan bersama terkait pembangunan pabrik semen. Keputusan stategis itu tidak hanya melalui wakil rakyat atau keputusan sepihak pemerintah pusat atau provinsi tapi juga masyarakat akar rumput. Termasuk upaya untuk memahami sosio budaya setempat kenapa ada masyarakat yang menolak rencana pembangunan pabrik semen.

Penulis yakin bila Pemkab Pati benar-benar menerapkan prinsip nguwongke wong, dan ada iktikad serius menyusun kebijakan ekologis berupa instrumen aturan lingkungan seperti amdal pabrik semen, semua propram pasti terwujud, minimal ada argumen yang mendasari bila belum bisa direalisasikan saat itu. Namun bila penyusunan rencana itu tidak melibatkan partisipasi masyarakat maka yang terjadi adalah  kekerasan lingkungan secara  psikologis.

Bahkan tata aturan tersebut hanya ibarat macan kertas  yang tidak memiliki jiwa pengakuan akan hak-hak masyarakat atas lingkungan secara adil dan lestari. Pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya alam seyogianya harus dilakukan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan dan berkeadilan.

Semangatnya adalah pembangunan di daerah Pati lebih bisa mengakui hak-hak masyarakat lokal dan mewujudkan pelibatan aktif masyarakat dalam ikut melindungi kawasan lindung seperti pegunungan karst di Kendeng Utara. (10)

contoh-contoh kegiatan lingkungan hidup yg di lakukan oleh masyarakat: